Rabu, 04 Mei 2011

Pendamping Rasulullah di Negeri Yang Kekal Abadi

Selasa, 26 April 2011
penulis Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
Sakinah Cerminan Shalihah 05 - Juli - 2003 08:14:13
Wanita mulia putri seorang yg mulia. Kemuliaan yg dicurahkan oleh Rabb dgn puasa dan shalat malamnya. Kemuliaan yg membuat diri tetap berdampingan dgn orang yg paling mulia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Putri seorang yg paling mulia setelah Abu Bakr Ash Shiddiq Hafshah bintu ‘Umar bin Al Khaththab bin Nufail bin ‘Abdil ‘Uzza bin Riyah bin ‘Abdillah bin Qarth bin Razzah bin ‘Ady bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib Al Qurasyiyyah Al ‘Adawiyyah radliallahu anhu. Ibu bernama Zainab bintu Madh’un bin Hubaib bin Wahb bin Hudzafah bin Jumah Al Jumahiyah. Dia dilahirkan lima tahun sebelum masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diangkat sebagai nabi.
Hafshah merangkai kisah hidup dlm ikatan pernikahan dgn Khumais bin Hudzafah As Sahmi seorang sahabat mulia yg turut terjun dlm pertempuran Badr. Namun ikatan itu harus terurai. Khumais terluka dlm peperangan Uhud hingga akhir meninggal dunia di Madinah.
Dilalui kesunyian hari-hari tanpa seseorang di sisinya. Kesedihan tdk tersembunyi dari wajahnya. Betapa pilu hati ‘Umar bin Al Khaththab radliallahu anhu melihat semua itu. Betapa ingin dia mengusir kesedihan hati putrinya. Terlintas di benak sosok seorang yg mulia Abu Bakr Ash Shiddiq z. Usai masa ‘iddah Hafshah bergegas ‘Umar berangkat menemui Abu Bakr. Dikisahkan peristiwa yg menimpa putri kemudian ditawarkan Abu Bakr utk menikah dgn putri tercintanya. Akan tetapi ‘Umar tdk mendapati jawaban sepatah kata pun dari Abu Bakr.
Remuk redamlah hati ‘Umar. Dia bangkit meninggalkan Abu Bakr dgn menyisakan kemarahan. Kemudian ‘Umar menemui ‘Utsman bin ‘Affan yg baru saja kehilangan kekasih Ummu Kultsum putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Diceritakan pula tentang putri dan ditawarkan ‘Utsman utk menikahi putrinya. ‘Utsman pun terdiam kemudian memberikan jawaban yg membuat hati ‘Umar semakin hancur “Kurasa aku tdk ingin menikah dahulu hari-hari ini.” ‘Umar kembali dgn membawa bertumpuk kekecewaan.
Dengan penuh gundah ‘Umar menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Diungkapkan segala yg dialaminya. Merekahlah senyuman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu beliau berkata “Hafshah akan menikah dgn seseorang yg lbh baik daripada ‘Utsman dan ‘Utsman akan menikah dgn seseorang yg lbh baik daripada Hafshah.”
Siapa yg menyangka ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meminang Hafshah putri sahabat ‘Umar bin Al Khaththab radliallahu anhu. tdk terkira kegembiraan yg memenuhi hati ‘Umar. Seusai menikahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dgn putri ‘Umar segera mendatangi Abu Bakr utk mengabarkan peristiwa besar yg dia alami sebagai suatu kemuliaan dari Allah  diiringi dgn permintaaan maaf. Abu Bakr tersenyum mendengar penuturan ‘Umar “Barangkali waktu itu engkau sangat marah padaku. Sesungguh aku tdk memberikan jawaban krn aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebut-nyebut Hafshah. Akan tetapi aku tdk ingin menyebarkan rahasia beliau. Seandai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tdk menikahi pasti aku akan menikah dengannya.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikah dgn Hafshah pada tahun ketiga hijriyah dlm usia Hafshah yg kedua puluh tahun. Semenjak saat itu Hafshah hadir dlm rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam setelah ‘Aisyah radliallahu anha Pada tahun itu pula beliau menikahkan ‘Utsman bin ‘Affan radliallahu anhu dgn putri beliau Ruqayyah radliallahu anha
Dalam rentang perjalanan menapaki rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tercatat kisah yg mengguratkan sejarah besar. Dari peristiwa itulah turun ayat-ayat dlm Surat At Tahrim sebagai teguran Allah Subhanahuwata ‘ala erawal kisah ini dari singgah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di rumah Zainab bintu Jahsy radliallahu anhumaBeliau tertahan beberapa lama krn meni’mati madu yg dihidangkan Zainab. Tatkala mendengar hal itu meluaplah riak-riak kecemburuan ‘Aisyah. Dia kabarkan hal ini kepada Hafshah. Kemudian ‘Aisyah dan Hafshah pun bersepakat apabila beliau menemui salah seorang dari mereka berdua hendak dikatakan bahwa beliau telah makan buah Maghafir.
Inilah yg dilakukan oleh ‘Aisyah dan Hafshah hingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan “Aku tdk makan buah maghafir. Aku hanya minum madu di tempat Zainab dan aku tdk akan mengulangi lagi.”
Pun tdk hanya itu yg terjadi. Peristiwa lain turut mengiringi ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi budak beliau Mariyah Al Qibthiyyah di rumah Hafshah. Kecemburuan Hafshah pun membuncah “Ya Rasulullah engkau lakukan hal itu di rumahku di atas tempat tidurku dan pada hari giliranku.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun segera meredakan kemarahan Hafshah. Beliau menyatakan bahwa sejak saat itu Mariyah haram bagi beliau. tdk lupa beliau berpesan agar Hafshah tdk menceritakan apa yg terjadi pada siapa pun. Namun Hafshah tdk memegangi pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dia mengungkap peristiwa itu di hadapan ‘Aisyah x.
Siapakah yg dapat bersembunyi dari Allah? Tentang dua peristiwa ini Allah turunkan wahyu kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar tdk mengharamkan segala yg Allah halalkan semata-mata utk mencari keridhaan istri-istri beliau. Allah kabarkan kepada beliau tentang apa yg diperbuat ‘Aisyah dan Hafshah c disertai pula teguran kepada mereka berdua utk bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala yg mulia ini terus dibaca terus membuahkan banyak faidah.
Perjalanan rumah tangga dgn segenap pasang surutnya. Suatu ketika pernah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak menceraikannya. Namun Jibril  menahan beliau “Kembalilah kepada Hafshah! Sesungguh dia wanita yg banyak puasa dan shalat malam dan dia adl istrimu kelak di dlm surga.” Hafshah bintu ‘Umar radliallahu anhu wanita mulia yg meraih kemuliaan dgn puasa dan shalat malamnya.
Hafshah meni’mati bimbingan dlm liputan cahaya kenabian. Dia meriwayatkan banyak ilmu dari sisi suami yg tercinta Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga dari ayah ‘Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu. Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dia sebarkan ilmu hingga tercatatlah deretan nama para sahabat yg meriwayatkan dari Hafshah bintu ‘Umar radliallahu anhu di antara ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu anhu saudara laki-lakinya.

Masa terus berjalan khilafah berganti. Pada tahun keempat puluh lima setelah hijrah pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan radliallahu anhu Hafshah bintu ‘Umar radliallahu anhu kembali kepada Rabb-nya. Kala itu Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Hurairah radliallahu anhuma terlihat turut mengusung jenazah Hafshah radliallahu anhu dari kediaman hingga ke kuburnya. Wanita mulia itu telah tiada kehidupan meninggalkan keharuman ilmu dan guratan berharga bagi umat ini. Hafshah bintu ‘Umar semoga Allah meridhainya.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Sumber bacaan :
1. Al-Ishabah karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani 7/581-582
2. Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani 8/807-808
3. Nashihati lin Nisaa’ karya Ummu ‘Abdillah Al Wadi’iyyah hal. 130
4. Siyar A’lamin Nubalaa’ karya Al Imam Adz Dzahabi 2/227-231
5. Tahdzibul Kamal karya Al Imam Al Mizzi 35/153-154
Sumber: www.asysyariah.com
gambar oleh:teropong misteri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar